Bab 74
Bab 74
Bab 74
Bibir Samara menyeringai.
Di tidak menyangka bahwa Asta akan datang dan melihat adegan yang ‘mengerikan seperti ini.
Samara tidak takut Monica akan mengadu pada Asta, dia hanya merasa bahwa Monica yang menangis di sana, sangat menjengkelkan.
“Diam.”
Monica menangis dengan lebih sedih lagi setelah mendengarnya: “Pak Asta, tanganku sudah akan patah... cepat selamatkan saya..”
Kening Asta mengerut, lalu berjalan ke sana dengan langkah yang lebar.
Bibir merah yang tipis itu mengerucut menjadi satu garis.
Ketika melihat Asta datang mendekatinya, Monica merasa bahagia dalam hatinya, namun air matanya terus mengalir seperti kalung mutiara yang putus.
Monica telah belajar menari sejak kecil, bentuk tubuhnya sangat bagus, fitur wajahnya juga cantik, jika dibandingkan dengan wanita yang wajahnya di penuhi oleh bintik–bintik ini, bukankah dia bisa mengalahkannya dalam hitungan menit?
Dia cantik
Samara jelek.
Dia lemah lembut.
Samara jahat dan kasar.
Monica tidak percaya bahwa konglomerat seperti Asta akan tidak menyukaii orang seperti dia?
Samara memalingkan wajahnya, menatap wajah Asta yang tampan itu, hatinya pun berdegup kencang.
Tapi mau tidak mau matanya pun menunduk ketika dia memikirkan bahwa bunga putih kecil seperti Monica juga bisa berakting dan menunjukkan ekspresi seperti itu.
Dalam sekejap mata mereka pun bertemu.
Samara menatap mata Asta dengan dalam, mencoba untuk mengerti maksud dari tatapannya.
Guru wanita yang begitu menawan itu, seperti pencuri dengan tangan terlipat di belakang punggungnya.
Bagaimanapun melihatnya, sepertinya dia yang telah mengganggunya.
“Asta, apakah kamu disini untuk menyalahkan saya?”
Alis Asta terangkat, lalu berkata dengan suara yang sangat magnetis, “Menyalahkan apa?”
Begitu suara Asta terdengar, Samara hanya bisa tercengang.
Monica sangat terkejut hingga dia melupakan rasa sakit di tangannya, mengisak tangis di sana: “Pak Asta... tidakkah kamu melihat… tindakannya
terhadapku?”
Asta melihat wajah Monica yang bergelinang air mata, mata yang tajam itu gelap, namun tidak ada rasa iba maupun kasihan.
“Lalu kenapa?”
“Pak Asta, Kamu—–” Content protected by Nôv/el(D)rama.Org.
Asta berkata dengan dingin: “Bisa membuatnya melakukan sesuatu terhadapmu, seharusnya kamu bisa mencari tahu alasannya dari dirimu sendiri.”
Samara melepaskan Monica setelah melirik ke Asta.
Ekspresi Monica pun berubah, suaranya penuh dengan tangisan: “Pak Asta, bagaimana kamu berkata begitu padaku? Antara saya dan dia, bukankah seharusnya kamu membantu saya?”
“Kamu?”
Asta terkekeh, mata yang tajam itu melirik Monica, lalu berkata pelan.
“Atas dasar apa kamu membandingkan dirimu dengannya?”
“Pak Asta, apa maksudmu saya tidak bisa dibandingkan dengannya?” Mata Monica membelalak, suaranya meninggi : “Saya... tidak lebih cantik darinya?”
Samara yang berada di samping, sedikit mengangguk setuju.
Jika dia melepas topeng wajah–nya, penampilan Monica tidak bisa dibandingkan dengannya.
Namun sekarang dia masih memakai topeng wajah–nya, dengan hidung pesek dan bibir tebal, wajahnya juga dipenuhi dengan bintik–bintik, memang tidak secantik Monica.
Namun, Asta menjawab tanpa ragu: “Sangat jelek, atas dasar apa kamu membandingkan diri dengannya?”
Sangat jelek?
Sangat jelek!
Monica pun mematung.
Asta yang mengatakan bahwa dia tidak cantik, jadi dia bisa menerimanya.
Namun, dia ternyata mengatakan bahwa wanita jelek ini lebih cantik darinya, ucapan itu langsung menghancurkan kepercayaan dirinya.
“Menilai orang dari penampilannya, kamu tidak layak untuk menjadi guru dari anak–anakku.”
Asta berkata dengan dingin, alisnya terangkat tajam dan dingin, dia lalu menarik tangan Samara yang kecil dan membawanya pergi.
Ketika Samara hendak merespons, dia sudah ditarik oleh Asta dan berjalan jauh.
Kedua orang itu berdiri di sudut koridor.
Samara pun kebingungan.
Asta seharusnya tidak tahu tentang kenyataan bahwa dia mengenakan topeng wajah, dan wajak di balik topeng wajah itu sangat persis dengan wajah Samantha.
“Wanita itu tadi... niat hatinya memang tidak murni, tapi dia lebih cantik dariku...
Tiba–tiba, hormon pria dewasa itu meningkat, dan napas yang hangat terhembus di wajahnya, segar dan gatal.
Jarak antara ujung hidung kedua orang itu kurang dari setengah sentimeter.
Bulu mata Samara bergetar, pupil matanya menunjukkan keterjekutan yang tidak terlukiskan, dan tatapan mata Asta yang tajam semakin mendalam.
“Samara, saya bilang kamu lebih cantik darinya, artinya kamu memang lebih cantik darinya.”
Next Chapter