Bab 29
Bab 29
Bab 29
Samara yang melihat hujan turun dengan deras sedikit tercengang.
Dalam cuaca seperti ini, pasti akan sulit mendapatkan taksi, dan walaupun ada yang bersedia mengantarnya, menyetir dalam cuaca seperti ini juga sangat berbahaya.
Bagaimana….dia bisa pulang?
Samara berkeliling di ruang tamu dan tidak menemukan sosok Pak Michæl.
“Huh? Dimana Pak Michæl….
Dan saat Samara melangkah mundur lagi, dia tidak sengaja menabrak dada lebar dan keras.
Kakinya terpeleset dan tubuhnya kehilangan keseimbangan lalu jatuh, dan seketika, lengan panjang itu meraih pinggangnya dan menarik tubuhnya kedalam pelukannya dengan erat.
Bau segar dari asap tembakau menembus hidung Samara, dan dia segera mengangkat kepalanya
Dalam keadaan tidak sadar, dia melihat wajah sempurna pria itu, dan sorot matanya yang tajam dan begitu dalam.
“Ah…”
Asta mengerucutkan bibirnya, setelah menopang Samara, dia menarik kembali tangannya yang melingkar di pinggangnya.
“Nona Samara, sepertinya penampilanku tidak terlalu mengagetkan orang kan?”
“Mana mungkin? Penampilan mu tidak mengagetkan kok…” Samara menghindari tatapan Asta yang membara dan menjawab dengan ringan : “Tapi langkah kakimu seperti setan, tidak terdengar
sedikitpun…”
“Apa kalamu?”
Samara menarik sudut bibirnya dan tersenyum : “Saya bilang…terima kasih Tuan Ista harena sudah menopangku.”
Samara melirik keluar jendela dan sepertinya hujan belum berencana untuk berhenti malam ini. dia masih melihat awan hitam yang menyelimuti pertanda badai akan turun sebentar lagi.
Melihat Asta yang hendak beranjak pergi, Saman bergegas memanggilnya, “Tunggu sebentar!” NôvelDrama.Org holds © this.
“Ada masalah?” Asta menghentikan langkah kakinya.
“Em….ada! Begini….” Samara menggaruk kepalanya dan berkata dengan kesulitan. “Asta, apa….apa saya boleh menginap disini malam ini?”
Wajah tenang Asta seketika termenung, matanya yang dalam seketika menunjukkan rasa bersemangat dan menatap wanita itu dengan gelap.
Saat Samara mengatakannya dia tidak menyadarinya, tapi setelah diucapkan dia merasa kalau ucapannya terkesan mengundang dengan ambigu, dan segera menjelaskan : “Hujan diluar terlalu deras, menyetir di cuaca seperti ini terlalu berbahaya, apa saya boleh meminjam kamar tamu mu? Besok pagi saya akan segera pulang.”
Asta membawa Samara menuju kamar tamu di lantai dua.
Dan saat didepan pintu, ponsel Samara tiba-tiba berdering, dan dilayar tertera panggilan masuk dari ‘sayangku’.
Saat mengetahui putranya menelpon, Samara juga tidak memperdulikan orang yang ada disampingnya, dan langsung mengangkat telepon itu.
“Halo, sayangku–”
“Hujapnya terlalu deras, saya tidak bisa pulang hari ini, jadi saya menginap dirumah seorang teman dan pulang besok pagi ya.”
“Coba periksa apakah jendelanya sudah tertutup rapat, lalu jangan lupa pakai selimut saat tidur
ya.”
“Sayangku, muah muah–”
Dan saat Samara sedang menunggu ciuman balasan dari Javier, dia mendengar deheman pria yang ada disampingnya.
ಓdidlu :
Javier yang ada dibalik telepon : “…”
Setelah beberapa detik, Javier akhirnya tersadar dan bertanya dengan semangat : “Ibu, kamu menginap dirumah seorang paman? Apa kamu sedang mencarikan ayah tiri untukku dan kakak? Bagaimana tampang ayah tiri? Tampan tidak? Kaya tidak? Apa dia bersikap baik padamu?”
Samara yang mendengarnya seketika pusing, dan saat talapannya bertemu dengan tatapan Asta yang seolah ingin memangsanya, dia tidak berdaya
“Jangan bicara sembarangan, saya akan menjelaskannya padamu nanti. Kamu masih berniat
membalas ciuman ibu atau tidak? Kalau tidak saya tutup ya.”
Mendengar ucapan Samara, Javier hanya bisa membalas ciuman selamat malamnya melalui
telepon dan menutup teleponnya.
Setelah panggilannya berakhir, Samara berbalik dan menatap Asta yang berdiri disampingnya seolah tidak terjadi apa-apa.
“Apa maksud dehemanmu tadi?”