Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 208



Bab 208

Bab 208

Hati Samara tiba tiba bergetar.

“Siapa?”

“Saya.”

Suara yang sudah lama tidak didengarnya, tiba tiba masuk ke telinganya dibatasi oleh sehelai mantel

“As……Asta?” Samara seperti mimpi di siang bolong, bertanya dengan tercengang.

“Iya, ini saya.”

“Mengapa kamu bisa berada disini?” Samara berbisik dengan suara kecil.

“Sudah saya peringatkan jangan mencari masalah waktu saya tidak ada.” Asta berbicara dengan suara rendah, walaupun memperingati tetapi suaranya lebih banyak menunjukkan rasa tidak berdaya terhadap wanita ini, “Saya lihat kamu memang tidak menganggap serius perkataan saya”

“Saya tidak melakukannya.”

Telapak tangan Asta yang besar menekan diatas kepala Samara: “Kalau tidak melakukannya, mengapa di belakang panggung ada begitu banyak orang yang sedang menunggumu? Hah?”

Kata ‘Hah’ ini terdengar melengking, ada semacam perasaan ingin melindungi yang sulit dijelaskan dengan kata kata.

“Inikan bukan semuanya laki laki…..”

“Yang perempuan juga tidak boleh.” Bibir tipis Asta mengerucut dan berkata, “Kamu hanya boleh menjadi milikku, milik saya seorang.”

Samara mendengar perkataannya.

Karena dibatasi oleh sehelai mantel, Samara tidak dapat melihat jelas ekspesi wajah lelaki itu, tetapi tidak tahu mengapa dengan adanya Asta di sampingnya dia bisa merasa sangat tenang, seolah olah dalam situasi yang sangat genting sekalipun, lelaki

ini pasti dapat mengatasinya dengan mudah.

Waktu Samara sedang tertegun, Asta kembali bertanya.

“Ingin mengundurkan diri dengan aman?”

Daw 200

40 Uluwald

Tanpa sadar Samara mengangguk kepala: “Ingin.”

“Kalau bukan milik saya, tidak akan saya perhatikan sekejap pun, ingat, hanya milik saya, baru akan saya bawa pergi.” Asta bergetar dan lanjut berkata, “Bawa pergi dengan baik baik.”

Ketika Samara masih mendalami arti dari perkataannya, lelaki itu sudah menggandeng tangan kecilnya, membawanya meninggalkan belakang panggung.

Kepalanya yang tertutupi mantel, menyebabkan pandangannya berada dalam kegelapan, tidak dapat melihat apapun.

Inderanya saat ini hanyalah mengandalkan sentuhan erat sebuah tangan besar yang menggandengnya, tangan besar yang hangat ini seolah olah merupakan seluruh dunianya saat ini.

Tidak ada ide yang lebih baik, dia terpaksa mengikutinya.

Tetapi…..

Lonjakan rasa aman di hatinya, malah membuatnya tidak berdaya.

Karena terlalu termenung, Samara tersandung kakinya sendiri, untung saja Asta disampingnya berhasil memapahnya tepat waktu.

“Benar benar…..”

Samara baru mendengar sepatah kata omelannya, detik berikutnya dia sudah digendong oleh lelaki tersebut.

“Kalau tidak ingin jatuh cepat kaitkan tanganmu dengan erat di tubuhku.” Asta memerintahnya dengan suara rendah, lalu mulai berjalan kedepan.

Secara naluriah Samara melingkarkan tangannya di leher Asta, wajah kecilnya mulai berubah menjadi panas.

Jika bukan kepalanya tertutup oleh mantel, mungkin lelaki itu akan segera melihat wajahnya yang memerah sampai ke belakang telinga.

Beginilah.

Sepanjang jalan dia digendong oleh Asta.

Pengunjung dan awak media telah dihadang oleh penjaga keamanan, tidak melihat jelas situasi di dalam, dan penjaga keamanan juga hanya melihat Asta menggendong seorang wanita berpakaian merah yang kepalanya ditutupi mantel…..

Asta berhasil menggendong Samara meninggalkan lokasi.

Wakuu Widopo sampai di belakang panggung, dia hanya melihat bayangan punggung Asta, tetapi matanya sempat melirik rok merah yang terjuntai.

Apakah dia?

“Tuan muda, Anda kenapa?” Kiky bertanya dengan rasa ingin tahu ketika menjumpai tuan mudanya tiba tiba menghentikan langkah.

“Selidiki siapa penyelenggara acara ini?” Exclusive content from NôvelDrama.Org.

Walaupun tidak tahu maksud Widopo ingin menyelidiki siapa penyelenggara acara, Kiky tetap patuh dengan mengatakan: “Iya.”

Widopo tidak meneruskan langkahnya ke belakang panggung.

“Tuan muda, kamu?”

“Orangnya telah pergi.” Pandangan mata Widopo terlintas perasaan kecewa yang jarang terlihat, “Pulang ke kediaman Sutanto.”

Tiga hari berturut turut dia berendam dengan ramuan obat, dan berturut turut minum obat, sindrom dingin di tubuhnya sudah hilang seluruhnya, waktu malam sudah tidak batuk sama sekali, dan tidurnya juga nyenyak.

Dia tidak membohonginya.

Dia benar benar telah menyembuhkannya.

Perempuan kecil itu adalah harta yang berharga, sekarang kelihatannya yang menyukai perempuan kecil ini bukan…..hanya dia seorang.

Widopo mengepalkan tangannya, dalam hatinya diam dial. rsumpah.

Seumur hidupnya….kecuali dia tidak ada yang lain.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.