Bab 16
Bab 16
Bab 16
Wajah Asta sangat tampan, seperti karya sempurna Tuhan yang diukir dengan sangat teliti, dan aura kuat terpancar dari tubuhnya, membuatnya sulit untuk mengabaikan keberadaannya.
Samara melengkungkan bibirnya.
Saat dia bertemu dengan Asta, dia memakai topeng wajah yang berbintik-bintik itu, bukan dengan wajah aslinya seperti sekarang ini!
Terlebih lagi, kacamata hitam, masker, dan topi yang menutupi hampir seluruh wajahnya saat ini.
Dia tidak percaya dengan berpenampilann seperti ini… Asta masih bisa mengenalinya?
Dan saat tatapan Asta melewatinya, Samara mengetukkan jari-jarinya dengan berirama, mata coklat yang tersembunyi dibalik kacamata hitam itu terlihat tenang.
Setelah kopinya siap dibuat, Samara hendak pergi tapi setelah sampai didepan pintu dia baru menyadari kalau hujan turun semakin deras.
Akhirnya dia mencai tempat di pojok ruangan untuk duduk sambil menunggu hujan reda.
Dan baru saja dia mendudukkan pantatnya di kursi, ponselnya berdering.
Samara mengangkat teleponnya dan dari balik telepon terdengar suara kekanak-kanakan yang menarik: “Hei wanita, terakhir kali Ayahku berusaha menghalangi kita, saya harap itu tidak mempengaruhi hubungan kita….
Ayahku juga bukan tidak menyukaimu, ayahku itu sebenarnya misoginis, dia akan menjadi lebih marah lagi kalau ada wanita yang mendekatinya.”
Samara : ……”
Mahkluk kecil ini pintar sekali memilih waktu untuk berkeluh kesah, memilih waktu tepat saat ayahnya berada di café yang sama dengan dirinya. Kalau dia mengaktifkan speakerphone saat ini, dijamin Asta akan memukuli pantatnya sampai berbunga dirumah nanti.
“Kenapa kamu tidak menjawab? Apa kamu sudah lupa denganku?”
“Bagaimana mungkin saya lupa? Oliver.”
“Kenapa kamu tidak memanggilku Tuan Kecil?” Tuan kecil bertanya lagi.
“Apa kamu ingin saya memanggilmu Tuan Kecil?” All content is © N0velDrama.Org.
“Orang lain tentu harus memanggilku Tuan Kecil, tapi kamu dikecualikan.” Oliver berkata dengan sengit: “Saya akan memberikan kewenangan itu kepadamu, hanya kamu, wanita lain tidak usah bermimpi”
Samara hampir saja tertawa terbahak-bahak.
Ckckck, memang tidak diragukan putranya Asta, karakteristiknya yang bossy ternyata turun-temurun secara genetik dari generasi satu ke generasi berikutnya.
“Hari ini saya menelpon mu, selain untuk menyampaikan rasa bersalah karena ayahku yang sulit bersosialisasi itu, yang paling penting adalah karena Olivia, adikku merindukanmu, apa kamu bisa berbicara sebentar dengannya? Dia sedang disampingku.”
Samara yang teringat dengan Olivia yang lucu dan imut langsung tersenyum.
Setelah dipikir-pikir dia juga tidak tahu harus berkata apa, Samara hanya bisa mengatakan hal-hal yang dia katakan pada Javier dan Xavier.
“Layar elektronik itu sangat menguras tenaga mata, jangan sering-sering menonton dan kalau kamu ingin menontonnya, ingat harus istirahat dari waktu ke waktu ya.”
“Harus ingat minum susu dan makan telur yang banyak ya, lalu sayuran juga, jangan karena merasa sayuran tidak enak, jadi kamu hanya memakan daging.”
“Jangan lupa sikat gigi, dan sebelum tidur tidak boleh makan permen atau yang manis-manis, nanti gigimu rusak loh.”
“Dan kalau kamu merindukanku, kamu tidak perlu menyuruh Oliver untuk menghubungiku, kamu boleh meneleponku langsung dan ketuk-ketuk saja tiga kali, saya akan langsung tahu itu panggilan darimu.”
Samara bukanlah tipe orang yang bisa menunjukkan perasaannya, tapi dihadapan dua bocah dari keluarga Costan, dia benar-benar tidak berdaya.
Rasa suka ini…bahkan tidak kalah dari perasaan sukanya terhadap putranya sendiri, Javier dan Xavier, sangat suka sampai-sampai dia sendiri juga kaget.
Saat menelpon dua bocah itu, hati Samara terasa hangat dan manis.
Dan tepat ketika tangan kecilnya ingin meraih cangkir kopinya, sebuah tangan besar tiba-tiba menarik pergelangan tangannya dan mengangkatnya berdiri.
Samara mengangkat matanya dan melihat tatapan tajam dari pria dihadapannya, hatinya seketika tersontak.
Sainata masih mengenakan kacamata hitamnya, tapi meskipun begitu dia masih bisa merasakan tatapan Asta yang dingin kolam yang membeku dimusim dingin, membeku di suhu minus.
“Siapa lawan bucaramu di telepon?” Pria itu menurunkan matanya dan menatap lurus ke arahnya.
Samana tidak percaya kalau Asta bisa mendengar percakapan antara dirinya dengan dua bocah dari keluarga Costan, jadi dia menggerakkan giginya : “Saya sedang berbicara dengan putra dan putriku sendiri, apa tidak
“Kenapa kamu ada disini?”
Samara tercengang sejenak dan belum menunggu responnya, Asta melepaskan topinya dan membuat rambut panjang dan lembutnya tergerai
Samara tanpa sadar langsung memegangi kepalanya, namun masker dan kacamata hitamnya pun dilepas oleh Asta satu per satu, dan wajah dengan riasan tipis yang begitu mempesona terlihat dihadapan Asta.